Perubahan kurikulum kini bukan lagi sekedar menjadi wacana, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN 2010-2014 di sektor pendidikan, penataan kurikulum pendidikan menjadi salah satu target yang harus diselesaikan. Rencananya pada Juni 2013 nanti, sekolah yang ada di Indonesia sudah mulai menggunakan kurikulum baru yang kini masih dibahas. Perubahan kurikulum ini akan dilaksanakan pada semua jenjang pendidikan, tingkat SD-SMASMK. Khusus pada jenjang Sekolah Dasar, siswa Sekolah Dasar tidak akan mempelajari pelajaran secara terpisah Fragmented, tapi secara terpadu. Jika semula siswa SD belajar 10 mata pelajaran, kini ke-sepuluh mapel tersebut akan dipangkas menjadi 6 mapel yaitu Agama, PPKn, Matematika, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, serta Seni Budaya dalam kurikulum baru ini. Sementara empat mata pelajaran yang dulu berdiri sendiri, yaitu IPA, IPS, muatan lokal, dan pengembangan diri, diintegrasikan dengan enam mata pelajaran lainnya. Pemangkasan mata pelajaran tersebut didasarkan pada pembentukan karakter. Diharapkan siswa memiliki lebih banyak waktu untuk membentuk sikap dan karakter diri karena dengan beban pelajaran yang ada sekarang ini, waktu siswa banyak terforsir untk menguasai pelajaran-pelajaran tersebut. Masalah degradasi moral masyarakat Indonesia pun menjadi alasan paling esensial lahirnya kurikulum baru. Pembentukan karakter sejak dini sangatlah diperlukan guna mewujudkan generasi cerdas dan berkarakter. Masa usia SD merupakan usia yang paling tepat untuk mulai menanamkan budi perkerti dan karakter diri.
Kebijakan pemerintah ini pun tidak lepas dari pro dan kontra. Bukan masalah siapa yang benar dan salah, tapi lebih pada bagaimana pemahaman kita terhadap kebijakan ini. Ada sisi positif dan negatif tentunya dalam setiap kebijakan, tidak lepas pula mengenai perubahan kurikulum tersebut. Perubahan kurikulum diikuti pula dengan pemangkasan sejumlah mata pelajaran di Sekolah Dasar yaitu IPA, IPS, dan Bahasa Inggris. Mata pelajaran IPA dan IPS tidak seutuhnya dihilangkan dalam kurikulum tapi akan diintegrasikan dengan 6 mata pelajaran tersebut berbasis pembelajaran tematik integratif. Menurut Menteri Pendidikan, Muh. Nuh sudah sewajarnya jika kedua mapel ini dijadikan penggerak dan masuk dalam materi bahasan semua mata pelajaran. Begitu pula dengan mulok dan pengembangan diri itu kaitannya nanti dengan seni budaya. Dengan pemadatan mata pelajaran dan pembelajaran berbasis tematik ini, siswa tidak perlu lagi membawa buku banyak dalam tasnya sehingga siswa hanya perlu membawa dua atau tiga buku sesuai tema yang dipilih dalam minggu tersebut. Berkurangnya dua mata pelajaran ini akan membuat durasi belajar anak lebih lama, untuk kelas I-III yang awalnya belajar selama 26-28 jam dalam seminggu bertambah menjadi 30-32 jam seminggu. Sementara pada kelas IV-VI yang semula belajar selama 32 jam per minggu di sekolah bertambah menjadi 36 jam per minggu. Hal tersebut dikarenakan anak-anak diharuskan untuk ikut aktif dalam pembelajaran dan mengobservasi setiap tema yang menjadi bahasan. Pemangkasan mata pelajaran di Sekolah dasar sebetulnya memiliki tujuan yang baik, mengurangi beban anak dan memberikan waktu lebih untuk mengembangkan karakter, dari pada sekedar menjejali siswa dengan materi dan materi. Namun pengintegrasian mapel IPA dan IPS akan menjadi tantangan bagi guru, karena tidak mudah mengintegrasikan mapel yang jelas berbeda esensinya. Pembelajaran berbasis tematik sebetulnya bukan hal yang baru meski masih banyak guru-guru Sekolah Dasar kesulitan menerapkannya, tapi pembelajaran tematik yang selama ini disuarakan diterapkan pada kelas rendah, tidak untuk kelas tinggi. Karena kelas tinggi dianggap sudah mampu berpikir lebih dalam untuk mencerna kedua mapel secara terpisah. Selain itu mapel IPA dan IPS merupakan mapel yang kaya akan esensi sains dan sosial dimana keduanya perlu ditanamkan sejak dini untuk menumbuhkan jiwa keilmiahan siswa.
Sistem Pendidikan di Luar Negeri
Mungkin kita perlu melihat sistem pendidikan tingkat dasar dari negara lain, tidak hanya jepang. Lihatlah bagaimana kebijakan kurikulum di negeri paman sam. Dalam sejarah pendidikan di Amerrika Serikat penentuan content yang harus diajarkan di sekolah merupakan hak prerogatif yang dimiliki masyarakat lokal dan negara bagian. Isi kurikuluum sangat beragam disesuaikan dengan kebutuhan daerah sehingga tidak ada kurikulum yang berskala nasional. Masalah pengembangan kurikulum dipusatkan pada Negara Bagian State, meski demikian guru, sekolah, ataupun distrik dapat mendesain sendiri program yang ditawarkan sesuai dengan SOP pedoman yang dikeluarkan oleh Negara Bagian. Sekolah harus membuat program sesuai dengan persyaratan Negara Bagian dan mendesain kurikulum yang dapat mempersiapkan siswa untuk mengikuti ujian negarastate examinations. Silabi untuk semua mata pelajaransubjectsdikeluarkan oleh pemerintah Negara Bagian untuk semua jenjang persekolahan, sedangkan sekolah-sekolah diperbolehkan mengajukan alternative silabi dan mengembangkan program pilihan sebagai tambahan. Dalam beberapa kasus, silabi untuk program-program pilihan tersebut harus direview olehState Education Department. Tak ada persyaratan mengenai alokasi waktu yang digunakan pada setiap mata pelajaran, dengan demikian setiap sekolah dan guru menggunakan waktu untuk masing- masing pelajaran yang diperyaratkan oleh pemerintah dan harus diajarkan pada tingkat sekolah dasar tingkat 1 sampai dengan 6, yaitu Matematika Mathematic Membaca Reading Mengeja Spelling Menulis Writing Bahasa Inggris English Language Geografi Geography Sejarah Amerika US History Ilmu Pengetahuan Sosial Sosial Studies Kesehatan Healthy Musik Music Seni Rupa Visual Arts dan Olah Raga Physical Education ideguru.
Indonesia sebenarnya memiliki kemiripan karakteristik dengan negara Paman Sam tersebut. Indonesia yang multikultural, begitu juga Amerika dimana masyarakatnya merupakan pendatang dari berbagai negara. Maka tidak ada salahnya jika kita mengadopsi sitem pendidikan disana dengan memadukan culture kita sebagai orang timur yang mengedepankan nilai dan norma. Ada yang salah dari sistem pendidikan di negara kita, ya pasti ada. Terlepas dari bagaimana iklim pendidikan di negara kita, perubahan kurikulum yang kini digulirkan pun merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dan sejumlah pakar pendidikan. Apapun kebijakan yang dibuat pemerintah sebetulnya semata-mata bertujuan memperbaiki sistem pendidikan di negara kita. Dan kebijakan ini tetap akan berjalan. Berdasarkan Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Maka jelas pendidikan di negara kita bertujuan membentuk generasi cerdas sekaligus berkarakter, karena itulah muncul kurikulum baru yang lebih menekankan pada pendidikan karakter. Lantas apakah kurikulum akan berjalan baik jika tidak ada action dari pihak-pihak yang bertanggung jawab? Siapa yang harus bertanggung jawab dengan segala kebijakan pendidikan? Tentunya sekolah, masyarkat dan keluarga memegang tanggung jawab atas kebijakan tersebut. Pembentukan karakter tidak akan berhasil jika hanya pihak sekolah yang berperan.
Masyarakat dan keluarga pun memiliki peran penting. Sebenarnya pembentukan karakter yang paling berarti ada pada lingkungan keluarga karena keluarga sebagai poros pendidikan sejak dini. Bagaimana pun upaya sekolah, tidak akan memberi dampak banyak jika tidak ada tameng keluarga. Dan apapun upaya pakar pendidikan dalam memperbaiki sistem pendidikan dengan melakukan berbagai macam perubahan kurikulum tidak akan berdampak besar tanpa campur tangan semua pihak, sekolah dalam hal ini guru sebagai agent of chance, keluarga sebagai peletak dasar pendidikan, serta lingkungan masyarakat dimana anak bergaul. Tentunya dalam lingkup sekolah, gurulah tonggak keberhasilan pendidikan.
”letak keberhasilan dan kegagalan sebuah kurikulum pendidikan nasional ada di tangan para guru. Kesuksesan akan tercipta apabila guru memiliki pemahaman yang baik dalam transfer ilmu kepada siswanya.”Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan.
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan, penyusunan kurikulum membutuhkan konsep-konsep yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Kurikulum pendidikan agama islam merupakan sarana atau alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama islam sekaligus juga arah pendidikan agama dalam rangka pembangunan bangsa dan pembangunan manusia indonesia seutuhnya. Sebagai salah satu komponen penting, kurikulum dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan dan tuntutan zaman. Hal ini menjadi salah satu faktor urgensi pengembangan kurikulum yang kiranya perlu dilakukan untuk ketercapaian kompetensi peserta didik untuk dapat tetap survive di era milenial. Menurut saya, sebenarnya yang menjadi masalahnya bukan bahan ajar atau materi akan tetapi cara penyampaian dan cara penerimaan materi yang kurang paham, bahan ajar atau materi yang di berikan kepada siswa sekolah MI itu masih sama, hanya saja kurikulum yang digunakan bisa saja berbeda. Sebagian besar Sekolah Dasar atau MI banyak menggunakan kurikulum 2013 dan ada juga yang menggunakan ktsp 2006, dalam membedakan antara ktsp 2006 dengan kur 2013, pada ktsp 2006 guru aktif dalam memberikan materi pembelajaran dan siswa mendengarkan dan mencatat yang di sampaikan gru dengan hasil akhir yaitu bisa memahami materi yang telah di sampaikan guru. Sedangkan untuk kurikulum 2013 siswa di tuntut aktif dalam belajar guru hanya sebagai perantara saja, maksud dari perantara disini ialah guru memberikan petunjuk kepada siswa beserta contohnya dan selanjutnya akan di lanjutkan oleh siswa biasanya di dalam kurikulum 2013 ini siswa lebih aktif dalam bertanya, menganalisis dan menyampaikan hasil akhir dari diskusi kelompok.
Dimasa pandemi ini proses pembelajaran tidaklah sama dengan tahun-tahun sebelumnya dimana siswa dan guru bisa bertatap muka secara langsung, dan pada pembelajaran daring ini bisa saja guru tidak menerangkan mengenai materi tersebut, melainkan untuk siswa membaca dan mempelajarinya sendiri guru hanya memberi tugas, padahal materi yang di bahas itu masih sama seperti yang dulu, untuk siswa yang kesulitan untuk menelaah materi tersebut orang tua harus membantu siswa dalam menyelesaikan masalahnya. Disisi lain memang banyak orang tua yang mengeluh kesulitan untuk mengajari anak mereka belajar. Guru merupakan orang tua kedua bagi siswa di sekolah, walaupun pembelajaran sekarang ini tidak dilaksanakan di sekolah guru tetap saja menjadi orang tua kedua bagi siswa. Guru harus memiliki kemampuan sekreatif mungkin agar peserta didik mudah untuk menelaah materi yang akan di kerjakan, seperti membuat video akan penjelasan materi yang akan di kerjakan, meskipun menggunakan kurikulum 2013 mengingat siswa sekolah dasar masih kesulitan jika langsung di lepas untuk belajar sendiri karena di usia yang masih kecil tersebut masih membutuhkan pendamping guru maupun orang tua untuk menuntun belajar agar benar, maka dari itu guru di sarankan untuk mempunyai kemampuan sekreatif mungkin atau memiliki ide- ide yang membuat siswa semangat untuk belajar dan mengerti akan materi yang disampaikan walaupun hanya belajar daring. Guru bisa memberi contoh dalam bentuk video contohnya membaca surat Al-Fatihah dan menjelaskan isi kandungan dari surah tersebut, dengan begitu siswa lebih mudah untuk menangkap materi tersebut, selain itu orang tua juga harus mengerti apa yang di tugaskan oleh guru kepada anaknya orang tua juga memiliki peran penting di rumah sebagai pengganti guru yang tidak bisa mendampingi peserta didik secara langsung. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004. 2006 dan 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Lebih spesifik, Herliyati 2008 menjelaskan bahwa setelah Indonesia merdeka dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum yaitu kurikulum sederhana 1947-1964, pembaharuan kurikulum 1968 dan 1975, kurikulum berbasis keterampilan proses 1984 dan 1994, dan kurikulum berbasis kompetensi 2004 dan 2006, dan Kurikulum berbasis karakter dan pembelajaran yang berbasis tematik 2013. 1. Kurikulum Rencana Pelajaran 1947-1968 Kurikulum yang digunakan di Indonesia dipengaruhi oleh tatanan sosial politik Indonesia. Negara-negara penjajah yang mendiami wilayah Indonesia ikut juga mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia.
Pada masa penjajahan Belanda, setidaknya ada dua sistem pendidikan dan pengajaran yang berkembang saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan perantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda. Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat dari mulai aturan siswa, pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem prosedural seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada sistem pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya. Sistem pendidikan belanda pun bersifat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan membedakan pendidikan antara anak Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi. Golongan pribumi ini masih dipecah lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan priyayi. Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi menggunakan pengantar bahasa daerah, namanya Sekolah Desa 3 tahun. Mereka yang berhasil menamatkannya boleh melajutkan ke Sekolah Sambungan Vervolg School selama 2 tahun. Dari sini mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau Mulo Pribumi selama 4 tahun, inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa. Untuk golongan pribumi masyarakat bangsawan bisa memasuki His Inlandsche School selama 7 tahun, Mulo selama 3 tahun, dan Algemene Middlebare School AMS selama 3 tahun. Untuk orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan pengantar bahasa Cina, Hollandch Chinese School HCS yang berbahasa Belanda selama 7 tahun. Siswa HCS dapat melanjutkan ke Mulo. Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah sampai perguruan tinggi, yaitu Eropese Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6 tahun, Maddelbare Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5 tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun. Setelah Indonesia merdeka, yakni tahun 1945, pemerintah secara bertahap mulai mengkonstruksi kurikulum sesuai dengan kondisi dan situasi saat itu. Tiga tahun setelah Indonesia merdeka mulailah pemerintah membuat kurikulum yang sederhana yang disebut dengan Rencana Pelajaran. Tahun 1947, kurikulum ini terus berjalan dengan beberapa perubahan terkait dengan orientasinya, arah dan kebijakan yang ada, hingga bertahan sampai tahun 1968 saat pemerintahan beralih pada masa orde baru. 2. Kurikulum Rencana Pendidikan 1964 Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi rencana pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan problem solving.
Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosionalartisitk, keprigelan keterampilan, dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa. 3. Kurikulum 1968 Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kelahiran kurikulum 1968 bersifat politis mengganti rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada kurikum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi mengkaitkannya dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun 1960-an. Salah satunya adalah teori psikologi unsur. Contoh penerapan metode pembelajarn ini adalah metode eja ketika pembelajaran membaca.
Srinaning Pakaya (G8222015)