Opinikampus.com, (Artikel) – Kebijakan Pemerintah selalu menjadi perhatian Masyarakat. Ada yang senang dan ada juga yang mendebatnya, terutama jika kebijakan itu tidak “Pro” Rakyat. Sebelum masuk ke pembahasan ada definisi yang sangat sederhana tetapi jelas yaitu dari Wikipedia Indonesia (Tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/kebijakan pemerintah). Menurut Wikipedia Indonesia, Kebijakan Pemerintah adalah pada hakikatnya merupakan kebijakan yang ditunjukan untuk public ialah “bagian ekonomi yang dijalankan oleh suatu negara atau pemerintah yang terdiri dari pemerintah pusat , pemerintah daerah, organisasi pemerintah dan masyarakat yang berhubungan memengaruhi suatu bangsa, negara, atau komunitas”. Mungkin pembaca heran membaca judul tulisan ini. Apakah ada kebijakan pemerintah yang tidak “Pro” Rakyat? Bila dicermati beberapa kebijakan yang dilaksnakan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten Kota) ternyata banyak kebijakan tidak untuk kepentingan rakyat.
Banyak contohnya. Pertama, Alokasi Anggaran (APBD) yang porsi terbesarnya justru untuk belanja aparat dan bukan untuk belanja public guna kepentingan pelayanan. Padahal APBD disahkan atau disetujui oleh Rakyat melalui wakilnya DPRD. Memang, banyak alasan untuk menjelaskan hal ini. Diantara sekian banyak alasan itu adalah APBD yang sangat terbatas (antara lain karena keterbatasan PAD yang bisa ditarik) sudah habis untuk kepentingan belanja aparat. Tetapi sebenarnya jika pemerintah daerah mau berupaya keras, maka ada beberapa pos belanja aparat ini yang bisa dihemat sehingga alokasi untuk belanja rakyat lebih besar guna belanja Bantuan Sosial. Namun sayangnya dana Belanja Aparat lebih besar dari dana Belanja Bantuan sosial yang berguna menurunkan kemiskinan masih sekadar berwujud seminar, perjalanan dinas, dan studi banding/studi Tiru.
Contoh kedua dari kebijakan pemerintah yang tidak Pro Rakyat adalah pembangunan proyek yang memang ditunjukan untuk kepentingan umum tetapi telah dilaksanakan ternyata tidak benar-benar memenuhi kebutuhan rakyat. Ambil contoh kebijakan revitaliasi bundaran panua pohuwato tersebut tidak bermanfaat oleh rakyat. Kenapa demikian? Ada banyak jalan-jalan rusak yang bisa menjadi skala prioritas proyek tersebut.
Berdasarkan kedua contoh yang kami ambil apakah kebijakan benar-benar untuk rakyat? Ternyata tidak semua kebijakan dapat diterima oleh rakyat. Hal ini menjadikan pemerintah berfikir keras, bagaimana dalam membuat kebijakan agar bisa diterima oleh rakyat. Maka kami menawarkan solusi pertama mengenai Alokasi Anggaran (APBD) yang porsi terbesarnya justru untuk belanja aparat dan bukan untuk belanja public salah satunya perjalanan dinas bisa di kurangi dari 7 hari menjadi 4 hari tergantung jaraknya sehingga dana yang terpakai kemungkinan dapat berkurang dari perjalanan dinas sebelumnya. Solusi Kedua Mengenai revitalisasi bundaran sebaiknya dana itu digunakan untuk perbaikan jalan yang sudah rusak di Kecamatan Duhiadaa karena banyak pengguna jalan mengeluh dengan kerusakan yang ada bahkan debu dan polusi dapat menggangu kesehatan pengguna jalan. Dengan begitu dapat kita simpulkan kebijakan dibuat oleh pemerintah harus berdasarkan kepentingan bersama untuk mengatasi permasalahan yang ada dan alangkah baiknya setiap tahun diadakan evaluasi kebijakan. Pemerintah harus melakukan pembenahan dan perbaikan agar dana yang dipakai bisa memberikan manfaat untuk masyarakat miskin. Rakyat tau pemerintah membuat sejumlah kebijakan tetapi minim realisasi karena gagal dalam implementasi. Semogah tulisan ini bisa membantu para pembuat kebijakan untuk merumuskan kebijakan yang baik dari yang terbaik agar hasilnya benar-benar pro rakyat.
Penulis : Mutiara Ananda, Sintia Mohamad