Opinikampus.com – UGM, Presiden Jokowi, Alumnus UGM paling ‘memalukan’ baru-baru ini menjadi sorotan setelah menerima penghargaan yang kontroversial dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gadjah Mada (UGM). Penghargaan tersebut, awalnya dianggap sebagai pengakuan atas kinerja Jokowi dalam memimpin Indonesia selama hampir dua periode.
Namun, sertifikat penghargaan yang diserahkan oleh Ketua BEM KM UGM, Gielbran Muhammad Noor, ternyata mengejutkan. Jokowi diberi gelar sebagai alumnus UGM yang paling memalukan. Sebuah penobatan yang terjadi di tengah diskusi publik tentang krisis demokrasi bersama Serikat Merdeka Sejahtera (Semesta) di area UGM.
Kontroversi Penobatan Jokowi sebagai Alumnus UGM
Penobatan kontroversial ini dipicu oleh sejumlah isu mendasar yang melanda negara, termasuk kasus korupsi, revisi undang-undang ITE, dan kontroversi di Mahkamah Konstitusi (MK). Gielbran menyatakan bahwa penobatan ini mencerminkan kekecewaan mahasiswa terhadap kinerja Jokowi.
Baca Juga: Rekomendasi 10 Kampus Terbaik yang Ada di Indonesia
Kasus-kasus korupsi yang belum terselesaikan, perubahan dalam undang-undang ITE yang mengancam kebebasan berpendapat, serta permasalahan di MK menjadi pemicu utama. Semua ini menunjukkan penurunan dalam indeks demokrasi Indonesia.
Bukan hanya itu, Jokowi dinilai oleh sebagian pihak sebagai sosok yang lebih menginginkan perpanjangan masa kekuasaan alih-alih mengedepankan nilai etika. Kritik juga mengarah pada potensi dinasti politik yang terlihat jelas, menggambarkan bagaimana pemerintahan berjalan tanpa memperhatikan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi.
Kritik Terhadap Kinerja Pemerintahan dan Indeks Demokrasi
Dalam diskusi yang dihadiri oleh Aktivis Hak Asasi Manusia, Fatia Maulidiyanti, dan akademisi serta peneliti Hukum Tata Negara Indonesia, Dr. Zainal Arifin Mochtar, terungkap bahwa indeks demokrasi negara ini mengalami penurunan yang signifikan.
Fatia memulai pembahasannya dari era 2014, di mana harapan baru muncul dengan Jokowi sebagai sosok yang dianggap membawa harapan baru bagi Indonesia. Namun, semua harapan tersebut perlahan-lahan sirna karena tidak terpenuhinya janji-janji yang diusung.
Dr. Zainal Arifin Mochtar menyoroti praktek pemberantasan korupsi yang dianggap stagnan. Menurutnya, daftar pelanggaran pemerintah selama sepuluh tahun terakhir terus bertambah, dengan praktek korupsi yang masih merajalela.
Kritik terhadap kondisi politik dan penilaian terhadap Jokowi serta partai politik di belakangnya menjadi sorotan utama dalam diskusi tersebut.
Kritik terhadap pemerintahan Presiden Jokowi Alumnus UGM yang ‘memalukan’ ini bukan semata-mata isapan jempol belaka, melainkan hasil dari telaah mendalam atas kinerja pemerintahan yang tengah berjalan. Masyarakat dan mahasiswa menginginkan perbaikan yang nyata dan berkelanjutan. (Redaksi)