Opinikampus.com – Pontianak, Sangat disayangkan! Institusi Pendidikan tercoreng akibat Kekerasan Seksual oleh Guru di Pontianak yang melakukan tindakan tidak terpuji terhadap siswi SMA hingga mengakibatkan siswi tersebut hamil selama 7 bulan.
Pelaku yang diketahui berinisial E ini telah melakukan tindakan yang sangat merugikan. Kapolresta Pontianak melalui Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Tri Prasetyo, mengungkapkan bahwa saat pemeriksaan awal, tersangka E sempat menyangkal telah melakukan tindakan tersebut terhadap korban.
Baca Juga: Mengatasi Kekerasan Seksual: Dosen FH USU Memberikan Edukasi kepada Remaja di Medan
Namun, setelah serangkaian penyelidikan, tersangka akhirnya mengakui perbuatannya. “Dengan alat bukti yang ada, kami sampaikan kepada tersangka, akhirnya tersangka mengakui perbuatannya, dan pengakuan tersangka cocok dengan pernyataan korban,” ujar Kompol Tri Prasetyo pada hari Selasa (26/12/2023).
Hukuman Bagi Pelaku
Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal berlapis. Yakni pasal 81, ayat 1 dan 3 Undang-Undang 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak dilapis dengan pasal 6 huruf C, pasal 5 huruf A dan G Undang undang nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual, dengan ancaman pidana minimal 5 tahun maksimal 15 tahun.
Modus Operandi Pelaku
Diketahui korban berusia 17 tahun dan saat ini sudah bersekolah di salah satu SMA di Pontianak. Korban disetubuhi pelaku saat duduk di kelas 9 sekolah menengah pertama. Aksi bejat pelaku dilakukan sekira bulan Mei 2023 lalu.
Modusnya, pelaku mengajak korban berkenalan menggunakan akun Instagram palsu. Setelah bertemu korban lalu diajak makan dan dibawa paksa ke hotel di Pontianak. Di sana lah korban dirudapaksa pelaku dua kali di hari yang sama hingga akhirnya saat ini hamil.
Kompol Tri menjelaskan pada kasus pidana anak khususnya persetubuhan anak di bawah umur tidak dapat dilaksanakan Restoratif Justice (RJ). “Di kepolisian Restoratif Justice yang diatur dalam kepolisian luas sekali, namun bila kita melihat adanya norma terkait kasus persetubuhan anak dibawah umur, itu tidak boleh. Apabila saat ini kita menyangkakan tersangka dengan UU TPKS (tindak pidana kekerasan seksual), dimana di TPKS tidak dapat dilakukan RJ,” jelasnya.
Dampak Kekerasan Seksual oleh Guru
Kasus kekerasan seksual yang terjadi di Pontianak ini tentunya memberikan dampak yang sangat besar, baik bagi korban maupun masyarakat sekitar. Korban yang masih berstatus sebagai siswi SMA ini mengalami trauma psikologis yang mendalam. Selain itu, kehamilan di usia muda juga membawa risiko kesehatan bagi korban.
Dampak lainnya adalah terjadinya keguncangan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan. Kejadian ini menunjukkan bahwa sekolah, yang seharusnya menjadi tempat yang aman untuk belajar dan berkembang, ternyata bisa juga menjadi tempat di mana kejahatan seksual terjadi.
Kesimpulan
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya penegakan hukum dan perlindungan terhadap anak di bawah umur. Pelaku kejahatan seksual harus ditindak dengan tegas untuk memberikan efek jera dan mencegah kejahatan serupa terjadi di masa mendatang.
Untuk mencegah kejadian serupa, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Pihak sekolah perlu meningkatkan pengawasan dan perlindungan terhadap siswa. Edukasi tentang bahaya dan pencegahan kekerasan seksual juga perlu diberikan kepada siswa dan guru.
Selain itu, orang tua juga harus berperan aktif dalam melindungi anak-anak mereka. Mereka perlu memantau aktivitas anak, termasuk interaksi mereka di media sosial, dan menjalin komunikasi yang baik sehingga anak merasa nyaman untuk berbagi jika ada hal yang mengganggu mereka.
Pihak kepolisian dan pemerintah juga harus berperan aktif dalam menangani kasus ini. Penegakan hukum yang tegas dan adil, serta kebijakan yang mendukung perlindungan anak adalah hal yang sangat penting.
Ikuti kami di Google News: Opini Kampus