Opinikampus.com, Jayapura, Jubi – Himpunan Mahasiswa Papua yang berada di Kalimantan menyatakan penolakan keras terhadap program transmigrasi ke Papua yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto. Menurut mereka, Papua bukanlah wilayah kosong yang bisa diisi sesuka hati, melainkan tanah adat yang dihuni dan dijaga masyarakat setempat dengan hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus).
Mahasiswa Papua di Kalimantan menegaskan bahwa kebutuhan utama masyarakat Papua adalah pendidikan, layanan kesehatan, dan infrastruktur dasar lainnya, bukan tambahan jumlah penduduk yang dapat menimbulkan dampak negatif. Mereka menyampaikan, “Papua bukanlah wilayah kosong. Kami menolak program transmigrasi ini karena Papua adalah tanah bertuan, dengan hak atas budaya, lingkungan, dan warisan leluhur yang harus dijaga.”
Pasca dilantiknya Kabinet Merah Putih, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, mengumumkan rencana untuk menghidupkan kembali program transmigrasi sebagai upaya pemerataan ekonomi, khususnya di wilayah Papua. Rencananya, transmigrasi akan difokuskan di Merauke, Papua Selatan, dengan insentif berupa rumah dan lahan bagi para transmigran.
Namun, Mahasiswa Papua di Kalimantan mendesak agar rencana ini dihentikan. Mereka meminta agar pemerintah mematuhi UU Otsus dan mempertimbangkan aspirasi masyarakat adat serta regulasi daerah yang menetapkan transmigrasi hanya boleh dilakukan jika disetujui oleh DPR Papua dan Gubernur.
Potensi Dampak Transmigrasi yang Ditolak oleh Masyarakat Papua
Siaran pers mahasiswa Papua menyoroti beberapa ancaman yang mungkin timbul akibat transmigrasi, termasuk:
- Ancaman terhadap Identitas Budaya
Transmigrasi dikhawatirkan mengakibatkan pergeseran budaya yang mengikis bahasa, tradisi, dan identitas lokal. - Persaingan Sumber Daya
Masuknya transmigran baru dianggap dapat meningkatkan persaingan dalam mengakses sumber daya alam seperti tanah dan air, yang selama ini dimiliki oleh masyarakat adat. - Ketegangan Sosial dan Potensi Konflik
Kehadiran pendatang baru berpotensi menimbulkan ketegangan sosial, menyebabkan masyarakat asli Papua semakin termarginalisasi. - Pergeseran Demografi
Dengan dominasi jumlah pendatang, populasi asli Papua berisiko menurun, baik melalui migrasi keluar maupun rendahnya angka kelahiran.
Mahasiswa Papua juga menilai bahwa transmigrasi ke Papua seharusnya diimbangi dengan kebijakan pembangunan manusia, seperti pendidikan dan layanan kesehatan, demi mendorong kesejahteraan masyarakat Papua tanpa menghilangkan identitas budaya mereka.
Penegasan Tolak Transmigrasi dan Pembangunan yang Inklusif
Mahasiswa Papua se-Kalimantan, yang tergabung dalam Solidaritas Rakyat Papua Tolak Transmigrasi, juga menolak berbagai proyek investasi dan Proyek Strategis Nasional yang dianggap merusak lingkungan dan meningkatkan ketidakadilan sosial. Mereka mengingatkan bahwa tanah Papua adalah warisan turun-temurun masyarakat adat, bukan sekadar lahan kosong untuk transmigrasi atau investasi.
“Pemerintah harus menghentikan seluruh proyek transmigrasi ini. Papua tidak butuh transmigrasi. Yang dibutuhkan adalah pendidikan, kesehatan, dan penghormatan terhadap hak-hak adat masyarakat Papua,” tutup pernyataan tersebut.